Ilustrasi: Uber (ubertaksi.com)

Uber dan sejenisnya juga menuai protes di banyak negera

Jakarta (Otolovers) - Polemik dan pertentangan antara layanan transportasi konvensional dengan yang berbasis aplikasi nan praktis sepertinya sudah mencapai puncaknya pada Selasa (22/03), ketika ribuan dari yang gelisah menggelar unjukrasa besar-besaran.

Pemerintah pun dihadapkan pada dilema; memblokir aplikasi dan melarang UberTaksi dan GrabCar untuk melindungi yang konvensional atau tidak berbuat apa-apa karena transportasi berbasis-aplikasi itu memang sangat membantu masyarakat.

Ini harus diakui sebagai bentuk nyata dari dampak ketidaksiapan pemerintah dan legislator dalam mengantisipasi apa yang disebut "buah kemajuan teknologi", dimana orang semakin membutuhkan yang praktis, mudah, dan nyaman untuk menyelesaikan masalah, dalam hal ini "kebobrokan transportasi massal kita".

Sementara perkembangan teknologi yang cepat dan dikembangkan dengan baik oleh para pemilik ide brilian, tak bisa dipungkiri telah menjadi solusi modern yang memang cocok bagi generasi mobile yang semakin mobile seperti sekarang.

Jadi, tidak hanya dalam masalah transportasi, dalam banyak hal lain, yang tidak sadar teknologi--boro-boro cuma mengadopsi--, bahkan yang tidak berinovasi pun bakal tertinggal jauh ke belakang, gampangnya "tersisih" dari persaingan.

Tak hanya di Indonesia

Masalah serupa, terkait kehadiran perusahaan jaringan transportasi seperti Uber, Grab, Go-Jek dan lainnya juga terjadi di banyak negara, bahkan di negara bagian Amerika Serikat sekalipun, yang dekat dengan Silicon Valley.

Uber terlibat dalam setidaknya 173 tuntutan hukum, dan pada pertengahan 2015 protes terhadap transportasi berbasis aplikasi asal AS (Uber Technologies Inc) itu dipentaskan di Jerman, Spanyol, Inggris, dan negara-negara lain, dimana insiden berbahaya yang melibatkan penumpang didokumentasikan.

Eksekutif Uber ditangkap di Prancis pada Juni 2015, setelah sebelumnya pada Desember 2014 Uber dilarang di Spanyol dan dua kota di India.

Uber dan transportasi sejenis terus terlibat perselisihan dengan beberapa badan pemerintah, termasuk pemerintah daerah di AS dan Australia, dan banyak cerita serupa lainnya di berbagai negara, deskripsi di Wikipedia menyebutkan.

Cuma ada perbedaan mencolok dengan apa yang terjadi di Indonesia. Di negara lain, bukan awak dan perusahaan transportasi konvensional yang menjadi hambatan dan memprotes keras Uber, tapi kesigapan pemerintah setempat yang mencium bahwa operasional mereka ilegal dan melanggar undang-undang.

Terlalu banyak untuk dikisahkan,....yang jelas beberapa negara sudah berhasil mengatasi masalah ini, sementara di beberapa negara seperti di Kalifornia masih menjadi perdebatan panjang hingga akhir 2015 lalu.

Solusi bijak

Perselisihan dan perdebatan mengenai transportasi berbasis-aplikasi berhasil diselesaikan di sejumlah negara, seperti Filipina misalnya, berkat solusi bijak mereka dalam merespons fenomena baru buah kemajuan teknologi dan pergeseran gaya hidup masyarakat ini.

Otolovers.com lebih condong mengambil contoh di Filipina, karena negara ini termasuk yang cepat tanggap sebelum perselisihan menjadi besar dan menimbulkan banyak korban, baik jiwa, materi, hingga psikologis.

Departemen Perhubungan dan Komunikasi (DOTC) Filipina telah meletakkan dasar bagi peraturan jasa transportasi berbasis-aplikasi sebagai bagian dari upaya untuk mengantar kemudahan yang ditawarkan oleh inovasi teknologi termasuk Uber, GrabTaxi, EasyTaxi, dan lainnya.

Sudah sejak kuartal pertama 2015 lalu, Menteri Transportasi Joseph Emilio Abaya menandatangani peraturan yang disebut Departemen Order No 2015 - 011 amandemen lanjut dari DO 97-1097.

Pada peraturan itu ditambahkan empat kategori baru untuk memenuhi meningkatnya permintaan atas mobilitas yang dibawa oleh urbanisasi dan efisiensi penggunaan ruang jalan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas.

"Tujuan kami adalah untuk mendorong inovasi di semua bentuk transportasi darat umum dalam rangka meningkatkan mobilitas di jalan-jalan utama, meningkatkan waktu perjalanan, meningkatkan kualitas, keberlanjutan, dan keandalan pelayanan angkutan umum, dan menanggapi kebutuhan perjalanan modern," kata Abaya.

Kepala DOTC menunjukkan bahwa pemerintah memutuskan untuk mengakui bentuk-bentuk baru dari layanan transportasi yang bisa membantu mengatasi permintaan yang besar atas layanan transportasi, dan bentuk konvensional transportasi massal seperti kereta perkotaan sudah waktunya diimplementasikan.

[image]
Filipina mengakui bahwa layanan transportasi berbasis-aplikasi telah membantu mengatasi meningkatnya permintaan untuk mobilitas yang didorong oleh pertumbuhan cepat urbanisasi.

Klasifikasi baru diciptakan termasuk bus rapid transit (BRT), bus bandara, taksi, dan layanan kendaraan jaringan transportasi (TNVS).

Klasifikasi TNVS akan memungkinkan layanan berbasis aplikasi yang ditawarkan oleh perusahaan jaringan transportasi (TNC) untuk beroperasi secara legal.

Di bawah klasifikasi baru, TNC didefinisikan sebagai organisasi yang menyediakan jasa transportasi pre-arranged atas kompensasi menggunakan aplikasi berbasis Internet atau platform teknologi digital untuk menghubungkan penumpang dengan pengemudi yang menggunakan kendaraan pribadi mereka.

TNC akan menyediakan untuk publik, layanan transportasi berkemampuan-online yang dikenal sebagai TNVS, yang akan menghubungkan driver dengan pencari-jasa melalui aplikasi.

Di sisi lain, lembaga menciptakan kategori taksi premium karena ketersediaan taksi tidak merata dan tidak efisien digabungkan dengan layanan pelanggan yang buruk dan kurangnya keselamatan dan keamanan.

Kesetaraan dan penegakan aturan

Seperti di beberapa negara, otoritas Filipina juga memberlakukan standar tertentu untuk kelayakan kendaraan, seperti batas usia maksimal tujuh tahun, kebutuhan global positioning system (GPS) pelacakan dan perangkat navigasi untuk layanan yang nyaman dan aman.

Kemudian hanya sedan, Asia utility vehicle (AUV), sport utility vihicle (SUV), van, atau kendaraan lain yang sejenis akan diizinkan.

Operator dan kendaraan yang digunakan dalam layanan transportasi berbasis-aplikasi juga harus mengikuti peraturan yang selama ini diberlakukan bagi transportasi konvensional sehingga ada kesetaraan dan persaingan yang fair.

Operator harus mendapatkan sertifikat kenyamanan publik (CPC) dari lembaga yang disebut Land Transportation Franchising and Regulatory Board (LTFRB) untuk setiap kendaraan yang digunakan guna memastikan akuntabilitasmya.

Untuk menjada keselamatan penumpang, pengemudi harus disaring dan diakreditasi oleh TNC dan terdaftar di LTFRB. Operator juga diharuskan untuk mengeluarkan tanda terima (kuitansi) elektronik.

Apa yang disebut Menhub Ignasius Jonan bahwa UberCar, GrabTaksi harus mengantongi izin operasi, kendaraannya harus menjalani uji laik jalan (KIR), terdaftar, dan lain-lain sudahlah tepat. Dan yang terpenting, aturannya harus segera disiapkan, dan disahkan oleh DPR.

Editor: Ivan Setyanto

COPYRIGHT © Otolovers.com 2016